Betul, paling gampang
merasa diri bodoh. Kalau kamu bodoh dan kamu melakukan kebodohan, orang akan
maklum. Mereka hanya akan ngedumel, “Memang otak kamu jongkok!” Dan kita tidak
akan sakit hati, karena apa yang mereka katakan mungkin ada benarnya. Dan kalau
berbuat sedikit saja perilaku cerdas? Tentu orang akan terkejut: “Heh, bisa juga
kamu masang lampu dengan bener!”
Sebenarnya saya sedang ngomongin
siapa, sih? Siapa yang bodoh? Baiklah, kita kasih nama saja orang ini: Markum.
Dia sendiri lho yang ngaku bodoh. Dan demi menghormati pendapatnya, kita amini
saja kebodohannya.
Orang bodoh, menurut Markum, juga punya kecenderungan rendah hati. Paling tidak bisa dianggap rendah hati. Buat orang bodoh yang merasa tidak rendah hati: Jangan kuatir, rendah hati bukan perkara yang susah, kok. Memang kadang-kadang kita merasa perlu untuk sombong. Terutama kalau kita dalam keadaan benar-benar bodoh dan tolol, selalu ada keinginan tak tertahankan untuk menyombongkan diri. Menyombongkan ini dan itu. Aha, alamiah, kok. Itu cara kita menutupi kebodohan yang kadung bersarang.
Orang bodoh, menurut Markum, juga punya kecenderungan rendah hati. Paling tidak bisa dianggap rendah hati. Buat orang bodoh yang merasa tidak rendah hati: Jangan kuatir, rendah hati bukan perkara yang susah, kok. Memang kadang-kadang kita merasa perlu untuk sombong. Terutama kalau kita dalam keadaan benar-benar bodoh dan tolol, selalu ada keinginan tak tertahankan untuk menyombongkan diri. Menyombongkan ini dan itu. Aha, alamiah, kok. Itu cara kita menutupi kebodohan yang kadung bersarang.
Masalahnya, di zaman sekarang
semua orang sudah tahu, perilaku sombong pasti menyembunyikan sesuatu. Orang
super bodoh juga tahu. Nah, di sini rupanya menurut Markum kita perlu untuk
rendah hati. Pura-pura rendah hati juga enggak apa-apa. Yang penting, rendah
hati sangat cocok dilakukan oleh orang bodoh, terutama agar terlihat
pintar.
Dulu waktu bener-bener bodohnya
enggak ketulungan, Markum sering menyombongkan diri di depan gadis-gadis yang
ditaksirnya. Dia ngaku sebagai anak camat anu, punya anu, bisa anu. Eh, begitu
ketahuan itu semua bohong, gadis-gadis itu tentu saja ngabur. Belakangan
kebodohan mengajarinya untuk bersikap rendah hati. Bahkan meskipun ia bisa
manjat pohon kelapa, ia akan bilang enggak ngerti apa itu kelapa. Ketika
ternyata kepergok bisa manjat pohon kelapa, gadis-gadis itu pun terkagum-kagum
kepadanya.
Hebat kan pura-pura rendah
hati? Kenapa begitu?
Begini: menurut Markum orang bodoh
memang tak tahu apa-apa, ide-idenya juga cenderung remeh, maka memang ada
baiknya untuk merendah. Markum enggak tahu kalkulus, juga enggak tahu penguin
tidak ada di Selat Sunda. Cara paling mudah untuk menjalani hidup bagi orang
bodoh, ya diam tak perlu banyak buka mulut. Kalau orang lain saling mendesak
ingin berada paling depan, kita berdiri saja di belakang. Kalau orang lain ingin
terlihat tinggi, kita jongkok saja.
Begitulah ketika teman-temannya
ngajak ngomong filsafat (ampun, deh!), Markum memilih diam saja. Diajak
ngomongin perempuan? Diam saja juga!
Ada pepatah bahwa orang bijak itu
memiliki ilmu serupa padi. Semakin tua, ia semakin merunduk. Nah, di sinilah
cara orang bodoh bisa mencoba terlihat pintar … dan bahkan
bijak!
Merunduklah serendah-rendahnya
(karena memang otak Markum enggak tinggi), siapa tahu orang mengira kita orang
pintar yang sedang menyembunyikan ilmu? Diam saja jika orang sibuk berdebat
(karena memang nggak punya pendapat), siapa tahu orang mengira kita manusia arif
yang tak ingin menonjol? Begitulah yang terjadi pada Markum. Di warung kopi,
meski dia hanya senyum-senyum ketika diskusi seru soal politik, ada juga lho
yang menganggap: “Ah, orang ini menyembunyikan pendapatnya. Jangan-jangan dia
malah politikus. Orang bijak memang tidak nyaring
bunyinya.”
Oh ya, itu dari pepatah “tong
kosong nyaring bunyinya”. Di sini lah orang bijak dan orang bodoh bisa melakukan
hal yang sama: diam. Mirip, kan?
Jadi, siap-siaplah wahai kaum
bodoh seperti Markum untuk dikira arif, bijak, dan rendah hati. Nggak rugi, kok.
Kalau ada orang benar-benar menganggap kita demikian, tersenyum saja. Oh,
jangan! Jangan membuka mulut. Apalagi membuka pikiran. Bisa-bisa kamu ketahuan
bodohnya.
Orang bodoh paling gampang
terlihat jika membuka mulut. Jika kita sebagai kaum bodoh berhasil menutup
mulut, apa boleh buat, kita telah belajar hal sederhana menjadi bijak. Apa?
Menjadi bijak? Benar-benar bijak? Bijak sungguhan? Pew, begitulah. Orang bodoh,
toh memiliki kebijaksanaannya sendiri. Ya, kan? Paling enggak ketika ditanya calon
pacarnya, “Kok kamu goblok, sih, masa ngarepin aku?” Dia bisa menjawab, “Iya,
bodoh banget sampai enggak bisa bikin kamu jatuh cinta.” Jawaban itu bikin si
gadis tersenyum, dan malah kesengsem sama dia. Kemudian mengira Markum
sebenarnya pintar. Nah, kan?
Baiklah, meskipun begitu, semoga
kamu tak terpengaruh ocehan ini. Tak ada orang yang senang menjadi bodoh. Bahkan
kalau benar memang bodoh, pergunakan trik-trik Markum agar terlihat pintar. Dan
jika kamu pintar, bersukurlah. Sesekali atau sering-sering sombong juga tak apa.
Jadi orang pintar yang sombong juga keren, kok. Bahkan mungkin sangat diperlukan
oleh umat manusia. Nggak percaya? Coba saja!
0 comments:
Post a Comment