Hidup adalah tentang
keseimbangan. Dua jenis aktivitas yang paling menyita waktu kita
adalah tidur dan bekerja. Keduanya nyaris seimbang dalam mengkonsumsi waktu. Itu
sebabnya jika terlalu banyak tidur akan lebih sedikit bekerja dan jika terlalu
banyak bekerja akan terlalu sedikit beristirahat.
Tidak mudah
mencapai kondisi seimbang yang ideal, namun demikian memahami arti keseimbangan
dan bagaimana keduanya sama-sama penting dapat
membantu kita
terhindar dari sebuah jebakan pekerjaan yang seolah produktif
tapi jika keterusan bisa menjadi kontraproduktif.
Produktivitas ternyata bukan
semata-mata tentang kuantitas melainkan juga kualitas. Elemen “efektifitas”
yang berhubungan dengan faktor output di dalam rumus produktivitas ternyata
lebih banyak karakteristik kualitatifnya. Maka, seseorang yang workaholic
(kecanduan kerja) cenderung lebih mengutamakan kuantitas dan cenderung melupakan
kualitas. Ketidakseimbangan kemungkinan besar terjadi dan kontraproduktif
dikhawatirkan muncul. Workaholic tidak sama dengan bekerja keras sebab
workaholic dapat berdampak pada stres dan
pergeseran kepribadian
dalam cara yang kontraproduktif.
Seseorang yang meyakini Tuhan pasti
memahami bahwa apapun yang ia kerjakan selama hidup adalah bentuk-bentuk ibadah
dan petunjuk agama sudah mencakup berbagai keseimbangan aktivitas dengan teknis
dan detil. Mengikuti ajaran agama akan menghindarkan seseorang dari perilaku
workaholic atau kebalikannya yaitu malas dan
berleha-leha.
Berikut ini tips yang bisa membantu
produktivitas dengan menghindari pola perilaku
workaholic.
2.
Bekerja keras bukan tentang kebanggaan melainkan tentang memproduksi hasil dan
manfaat.
4.
Pelajari dan kuasai teknik dan seni “di sini dan
sekarang“. Nikmati apapun yang sedang dikerjakan dalam konteks
“di sini dan sekarang”. Sedang makan siang tidak perlu
memikirkan pekerjaan dan sedang bekerja tidak perlu memikirkan yang bukan
pekerjaan.
5.
Hindari mengejar kesempurnaan. Kelemahan terbesar kesempurnaan adalah
ketidakmungkinannya untuk dicapai. Lakukan saja yang terbaik dengan target yang
realistis (S.M.A.R.T).
6.
Cintailah (juga) selain pekerjaan. Ada keluarga, ada teman, ada hiburan, ada
ibadah, dan ingatlah semuanya adalah bentuk-bentuk
ibadah.
7.
Berorientasilah pada konsistensi ketimbang volume. Apa yang dilakukan konsisten
lebih bertahan lama dan lebih berdampak. Orang zaman dahulu memberi nasihat,
“jika kamu bukan orang yang luar biasa, hanya ketelatenan yang bisa engkau
andalkan”. Volume yang terlalu besar dapat meluap tersia-sia atau meledak
menjadi hentakan-hentakan yang tidak produktif. Setiap orang punya batasan dan
segala sesuatu ada limitnya.
8.
Jangan bawa pekerjaan ke tempat tidur. Jika mungkin jangan bawa pekerjaan ke
rumah kecuali memang bekerja di rumah.
9.
Jangan bawa pekerjaan ke tempat hiburan atau ke tempat liburan. Biasakan
mematikan gadget ketika
perlu dimatikan dan patuhi seperti mematuhi mematikan gadget ketika
meeting,
ketika naik pesawat, atau ketika sholat Jumat.
10.
Bicarakan pekerjaan atau berbicara tentang pekerjaan hanya pada waktu dan
tempatnya.
11.
Hindari bekerja lebih dari 40 jam seminggu.
12.
Di dunia ini bukan hanya Anda yang perlu bertanggungjawab. Otorisasikan dan
limpahkan pekerjaan yang mungkin diotorisasikan atau dilimpahkan. Setiap kita
memang bertanggungjawab 100%, tapi tentang hidup dan bukan hanya tentang
pekerjaan.
13.
Waspadai jika Anda mulai memikirkan mentransformasi hobi menjadi sumber uang.
Pisahkan keduanya, kecuali jika Anda memang menyukai fenomena “melakukan hobi
dan dibayar”.
14.
Ikuti ajakan keluarga, istri, suami, atau anak-anak. Jika mereka tidak
melakukannya karena “memaklumi” kerja keras Anda, mulailah dorong mereka untuk
menuntut.
15.
Sumber pendapatan ganda lebih baik daripada pekerjaan ganda. Lakukan pekerjaan
ganda hanya jika ingin belajar.
16.
Waspadai kecenderungan terlalu mengkhawatirkan pekerjaan. Kekhawatiran itu pasti
menular kepada kolega dan anak buah, dan bahkan
keluarga.
17.
Lakukan yang baik dan bukan yang enak.
18.
Berkompetisilah dengan sehat.
19.
Jika Anda mengkhawatirkan PHK, teruslah belajar dan berlatih sehingga siap untuk
situasi kerja yang bagaimanapun dan untuk bekerja di manapun dan dalam bidang
apapun. Apa yang perlu dilatih dan dipelajari bukan “cara mengerjakan x atau y”
tapi cara kerja pekerjaan, cara uang bekerja, cara pasar tenaga kerja bekerja,
dan cara mempertahankan hidup.
20.
Sadarilah bahwa uang yang lebih banyak tidak selalu identik dengan kebahagiaan
yang lebih besar atau lebih banyak persoalan
yang bisa diselesaikan. Salah-salah malah
sebaliknya.
21.
Jepang adalah negara yang paling workaholic di mana hanya 33% dari para
pekerjanya mengambil cuti tahunan. Sampai-sampai, pemerintahnya memperbanyak
jumlah hari libur karena tingkat bunuh diri di negeri itu termasuk yang paling
tinggi. Meksiko adalah negeri yang paling tidak workaholic di mana 67% warganya
tetap mengambil cuti dan mungkin ini dipengaurhi juga oleh kebiasaan
“siesta” karena kondisi iklim dan cuaca. Brasil dan India ada di
tengah-tengah. Brasil termasuk yang tinggi tingkat hutang luar negerinya
(beberapa tingkat lebih tinggi dari hutang luar negeri Indonesia), sementara warga India mulai
“menguasai” dunia khususnya di dalam bidang teknologi dan
informasi.
Kesimpulan kasarnya adalah, ada
sesuatu di dalam dunia kerja yang bukan uang yang sangat berpengaruh pada
kualitas kehidupan, yaitu mindset
produktivitas yang tidak hanya tentang efektifitas output
melainkan juga efisiensi
input.
Hal
terburuk yang dapat terjadi pada produktivitas adalah efektifitas yang tidak
efisien dan efisiensi yang tidak efektif. Korupsi adalah contoh yang paling
jelas.
0 comments:
Post a Comment