Riri seorang mahasiswi yang sedang
menyelesaikan kuliah semester akhir di sebuah Universitas Negeri. Riri
mengambil jurusan disebuah fakultas yang cukup favorit, yaitu Fakultas
Kedokteran. Sebuah fakultas – menurut keyakinannya – yang dapat membuat
hidupnya lebih baik di masa mendatang. Bukan kehidupan yang hanya baik
untuknya, tetapi juga buat keluarganya yang telah berusaha susah payah
mengumpulkan uang, agar ia dapat meneruskan dan lulus dari kuliahnya dengan
baik.
Kakaknya pun rela untuk tidak menikah tahun ini, karena ia harus menyisihkan
sebagian gajinya untuk membiayai tugas akhir dan biaya-biaya laboratorium serta
praktikum yang cukup tinggi untuk Riri.
Kini tiba saatnya Riri harus mengikuti ujian semester akhir, mata kuliah yang
diberikan oleh dosennya cukup unik. Saat itu sang dosen ingin memberikan
pertanyaan-pertanyaan ujian secara lisan.
Satu per satu pertanyaan pun
dia lontarkan, para mahasiswa berusaha menjawab pertanyaan itu semampu
mungkin dalam kertas ujian mereka.
Ketakutan dan ketegangan Riri saat ujian terjawab saat itu, pasalnya 9
pertanyaan yang dilontarkan oleh sang dosen lumayan mudah untuk dijawab
olehnya. Jawaban demi jawaban pun dengan lancar ia tulis di lembar jawaban.
Hingga sampailah pada pertanyaan ke-10.“Ini pertanyaan terakhir.” kata dosen
itu.
“Coba tuliskan nama ibu tua
yang setia membersihkan ruangan ini, bahkan seluruh ruangan di gedung Jurusan
ini !” kata sang dosen sambil menggerakkan tangannya menunjuk keseluruh ruangan
kuliah.
Sontak saja mahasiswa seisi ruangan pun tersenyum. Mungkin mereka menyangka ini
hanya gurauan, jelas pertanyaan ini tidak ada hubungannya dengan mata kuliah
yang sedang diujikan kali ini, pikir Riri dalam benaknya.
“Ini serius !” kata sang dosen yang sudah agak tua itu dengan tegas. “Kalau
tidak tahu mending dikosongkan aja, jangan suka mengarang nama orang ! ”.
lanjutnya mengingatkan.
Riri tahu persis siapa orang yang ditanyakan oleh dosennya itu. Dia adalah
seorang ibu tua, orangnya agak pendek, rambut putih yang selalu digelung. Dan
ia juga mungkin satu-satunya cleaning service di gedung jurusan kedokteran
tempat Riri kuliah. Ibu tua itu selalu ramah serta amat sopan dengan
mahasiswa-mahasiswi di sini. Ia senantiasa menundukkan kepalanya saat melewati
kerumunan mahasiswa yang sedang nongkrong. Tapi satu hal yang membuat Riri
merasa konyol, justru ia tidak hafal nama ibu tua tersebut !!! Dan dengan
terpaksa ia memberi jawaban ‘kosong’ pada pertanyaan ke-10 ini. Ujian pun
berakhir, satu per satu lembar jawaban pun dikumpulkan ke tangan dosen itu.
Sambil menyodorkan kertas jawaban, Riri mencoba memberanikan diri bertanya
kepada dosennya kenapa ia memberi ‘pertanyaan aneh’ itu, serta seberapa
pentingkah pertanyaan itu dalam ujian kali ini ?.
“Justru ini adalah pertanyaan terpenting dalam ujian kali ini” kata sang dosen.
Mendengar jawaban sang dosen, beberapa mahasiswa pun ikut memperhatikan ketika
dosen itu berbicara. “Pertanyaan ini memiliki bobot tertinggi dari pada 9
pertanyaan yang lainnya, jika anda tidak mampu menjawabnya, sudah pasti nilai
anda hanya C atau D,” ungkap sang dosen.
Semua berdecak, Riri pun bertanya kepadanya lagi, “Kenapa Pak ?” Jawab
sang dosen itu sambil tersenyum, “Hanya yang peduli pada orang-orang
sekitarnya saja yang pantas jadi dokter.” Lalu sang sang dosen pergi
membawa tumpukan kertas jawaban ujian itu sambil meninggalkan para mahasiswa
dengan wajah yang masih tertegun.
******
Peduli merupakan langkah awal
untuk menjadi pemberi manfaat bagi orang lain serta penyelesai masalah di
masyarakat. Dan peduli, sudah seharusnya menjadi milik semua orang, bukan hanya
dokter. Jadi, soal ujian Riri nomor ke-10 di atas, kiranya juga menjadi soal
ujian untuk kita semua. Maka seberapa pedulikah kita ? sehingga mampu menjawab
persoalan-persoalan yang ada disekitar kita. Semoga cerita di atas menjadi
hikmah untuk kita.
0 comments:
Post a Comment