Deming
mengutarakan bahwa peran dari manajemen sangat besar dalam mencapai mutu.
Menurutnya,
sekitar 15% dari kualitas buruk dihasilkan oleh pekerja, sementara 85% sisanya
disebabkan manajemen yang buruk, serta system dan proses yang kurang tepat. Ia
berpendapat bahwa manajer seharusnya melibatkan karyawan dalam memecahkan
permasalahan, bukannya hanya sekedar menyalahkan karena buruknya
kualitas.
Berikut ini adalah 14 prinsip
manajemen kualitas ala Deming yang terkenal hingga saat
ini:
- “Create constancy of purpose towards improvement“
Kondisi persaingan di
pasar kini semakin ketat, bahkan batasan antar negara kini juga semakin menipis.
Sehingga, bisnis kini terekspos terhadap persaingan yang tajam di tingkat
global. Termasuk di Indonesia, yang kini menghadapi persaingan di tingkat ASEAN
dan Cina dengan diberlakukannya AFTA-China. Satu-satunya cara supaya bisnis
dapat bersaing di pasar adalah dengan cara memperbaiki dan meningkatkan produk
dan layanan yang ditawarkan secara terus menerus. Jika tidak demikian, tentunya
bisnis bisa kalah tergilas oleh para pesaingnya di belahan dunia
lain.
- “Adopt the new philosophy“
Manajemen perlu untuk
mengadopsi filosofi-filosofi manajemen terbaru, seiring dengan perubahan
lingkungan yang terjadi dengan cepat. Tingkat persaingan di dunia sangat tajam,
organisasi bisnis menghadapi tantangan-tantangan besar. Oleh karena itu, mereka
perlu untuk mengadopsi filosofi-filosofi manajemen terbaru terkait dengan
teamwork, kualitas,
- “Cease dependence on inspection“
Untuk menciptakan produk dan layanan
berkualitas tinggi, kurangi dan hilangkan ketergantungan terhadap inspeksi.
Inspeksi merupakan proses yang dilakukan setelah selesai produksi, untuk
menemukan produk yang cacat atau di bawah kualitas. Hanya saja, inspeksi ini
menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu, bisnis harus mengubah
mindset mereka dalam mengelola kualitas. Bukannya menyortir produk yang cacat
dari yang berkualitas, melainkan sejak awal mindset-nya haruslah menciptakan
produk yang berkualitas tinggi. Jadi, kualitas merupakan suatu aspek yang
seharusnya sudah dipikirkan dan dipastikan sejak awal mendesain suatu produk.
Jadi, jika kualitas sudah tinggi nantinya tidak perlu menghabiskan biaya mahal
untuk inspeksi.
- “Move towards a single supplier for any one item“
Usahakan untuk hanya mempunyai satu
supplier untuk tiap item, sehingga dapat membina hubungan yang baik dalam jangka
panjang. Mengapa harus satu supplier? Hal ini karena bisnis harus menekan biaya
supaya bisa bersaing di pasar. Jika supplier hanya satu per item, tentunya
bargaining power jadi lebih tinggi, sehingga biaya diharapkan bisa ditekan, dan
total cost bisa diminimalisir. Kemudian karena transaksi yang bagus dengan
supplier, maka Anda dapat mengembangkan hubungan jangka panjang dengan mereka,
termasuk membantu mereka dalam meningkatkan kualitas produknya. Sehingga,
kondisinya adalah win-win antara Anda dan supplier.
- “Improve constantly and forever“
Untuk meningkatkan kualitasnya, maka
bisnis perlu untuk melakukan peningkatan terhadap produk dan layanannya secara
terus menerus, atau disebut juga continuous improvement. Melalui continuous
improvement, maka diharapkan bisnis dapat menciptakan suatu `breakthrough`,
serta menekan biaya seiring dengan meningkatnya produktivitas dan
efisiensi.
- “Institute training on the job“
Traning merupakan aspek yang sangat
penting karena dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja karyawan. Melalui training,
karyawan dapat mempelajari skill dan knowledge baru yang dibutuhkan untuk tetap
dapat menyesuaikan dengan perubahan internal dan eksternal perusahaan. Supaya
training ini sukses dan dapat menciptakan continuous improvement, maka
perusahaan harus peka terhadap apa saja kebutuhan training karyawan, serta harus
dilakukan secara berkelanjutan di seluruh level karyawan termasuk
manajemen.
- “Institute leadership“
Adanya leadership atau kepemimpinan
memungkinkan karyawan untuk melakukan pekerjaannya jadi lebih baik. Kualitas
kepemimpinan harus ditingkatkan, supaya produktivitas karyawan juga meningkat.
Pemimpin harus responsif dalam mengatasi masalah-masalah yang terkait kualitas,
misalnya temuan produk cacat, mesin yang rusak, maintenance, dan lainnya. Jika
perusahaan punya pemimpin berkualitas di setiap level, tentunya ini akan
memungkinkan perusahaan untuk menciptakan excellence success yang
dikejar.
- “Drive out fear“
Di satu sisi, fear atau ketakutan
memang dapat membuat karyawan takluk terhadap perintah atasan, namun di sisi
lain juga dapat menjadi faktor yang mengakibatkan karyawan mengalami tertekan
dan demotivasi. Ketakutan hanya akan menghambat komunikasi dua arah dan
kreativitas karyawan. Karyawan tidak bisa mengekspresikan suaranya secara
terbuka karena takut, padahal kadang karyawan memberikan saran yang penting
untuk kemajuan perusahaan.
- “Break down barriers between departments“
Salah satu yang menghambat
kesuksesan organisasi adalah masing-masing departemen kerap kali bekerja
sendiri-sendiri, tanpa adanya kerjasama dengan departemen lain. Oleh karena itu,
sekat-sekat antara departemen ini harus dihilangkan, sehingga orang-orang baik
di bagian sales, produksi, riset, desain, marketing, finance, IT, maupun HR
dapat bekerja sebagai satu tim. Sehingga, tujuan dan tindakan dari
masing-masing departemen dapat disinkronisasi satu-sama lain dan terintegrasi
dengan tujuan utama organisasi.
- “Eliminate slogans“
Slogan yang menuntut
supaya kinerja mencapai zero defect dan produktivitas tinggi, tanpa benar-benar
mengembangkan metode manajemen kualitas yang baik adalah sia-sia. Jika yang
ditiupkan hanya slogan saja, maka tiada gunanya, karena masalah kualitas dan
produktivitas yang rendah tersebut adanya pada sistem. Oleh karena itu jangan
hanya berslogan, melainkan benar-benar mengembangkan metode dan prosedur untuk
meningkatkan kualitas produk dan layanan secara terus
menerus.
- “Eliminate Quotas“
Deming menyarankan
untuk menghilangkan standar kuota kerja atau tujuan dan target numeric, karena
ini justru menghambat improvement dalam jangka panjang. Ketika focus hanya pada
tujuan, bukannya proses, maka ini mengakibatkan konsentrasi bukannya pada
kepuasan pelanggan jangka panjang, melainkan sekedar target jangka
pendek.
- “Remove barriers to pride workmanship“
Hilangkan hambatan-hambatan yang
menjadikan karyawan bangga terhadap workmanship, atau menyelesaikan tugasnya
dengan baik. Supervisor harus mengubah tanggung jawabnya dari sekedar angka
menjadi kualitas. Jika evaluasi hanya sekedar target numeric saja, maka karyawan
akan cenderung untuk mengejar standar kuantitas saja, dan melupakan
kualitas.
- “Institute education and self-improvement”
Organisasi harus menyediakan
program-program pendidikan dan pelatihan bagi karyawan. Dengan berinvestasi pada
program-program ini, organisasi dapat memberikan keyakinan pada karyawan bahwa
mereka serius dan peduli untuk mengembangkan karyawan. Sehingga, ini diharapkan
dapat mengikat komitmen karyawan kepada organisasi.
- “The transformation is everyone’s job”
Supaya transformasi berjalan dengan
sukses, maka setiap orang dalam organisasi harus melaksanakannya. Mulai dari
karyawan level bawah, level menengah, hingga eksekutif level atas, semuanya
harus sama-sama mengerjakan transformasi.
0 comments:
Post a Comment