Belajar bijak dari
nelayan
Seorang cendikiawan menumpang perahu di sebuah danau. Ia bertanya
pada tukang perahu,
"Sobat, pernahkah anda mempelajari matematika?"
"Tidak"
"Sayang sekali, berarti anda telah kehilangan seperempat
dari kehidupan anda. Atau, barangkali anda pernah mempelajari ilmu filsafat?"
"Itu juga tidak"
"Dua kali sayang, berarti anda telah kehilangan
lagi seperempat dari kehidupan anda. Bagaimana dengan sejarah?"
"Juga tidak"
"Artinya, seperempat lagi kehidupan anda telah hilang."
Tiba-tiba angin bertiup kencang dan terjadi badai. Danau yang tadinya
tenang menjadi bergelombang, perahu yang mereka tumpangi pun oleng. Cendikiawan
itu pucat ketakutan. Dengan tenang tukang perahu itu bertanya,
"Apakah
anda pernah belajar berenang?"
"Tidak"
"Sayang sekali, berarti anda
akan kehilangan seluruh kehidupan anda."
Cerita di atas mengajarkan
kita beberapa hal.
Pertama, Kita tidak boleh sombong.
Kedua,
Setinggi apa pun pendidikan kita, kita tidak mungkin menguasai semua ilmu,
apalagi ketrampilan.
Ketiga, Kita membutuhkan orang lain, tidak peduli
seberapa rendah pendidikan orang itu.
Selamat Pagi,Selamat
Beraktifitas.
Kalau kita memandang kegagalan diri dan orang lain di dunia ini
sebagai sesuatu yang ‘gatot’ (gagal total), kiamat dan tamat riwayat, maka kita
akan berhenti pada kegagalan dan tidak akan pernah melihat keberhasilan. Dalam
hidup, yang dikenang orang bahkan yang kita
ingat sebenarnya keberhasilan kita, dan bukannya pengalaman kegagalan
kita. Mereka yang berhasil adalah yang mampu membuat sebuah pondasi
yang kokoh dari batu-bata yang dilemparkan orang lain padanya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment