Alkisah pada jaman dahulu kala ada seorang
pemuda mempunyai seekor sapi. Sapi ini setiap harinya diperah menghasilkan
seember penuh susu. Suatu hari dia mempunyai sebuah pemikiran yang menurut
dirinya adalah membanggakan. Setiap hari memerah susu mendapatkan seember penuh,
berarti dalam sebulan saya akan mendapatkan 30 ember. Untuk apa setiap hari
susah-susah bekerja, bukanlah sebulan sekali dengan bekerja lebih keras sehari
juga bisa mendapatkan 30 ember susu? Sejak hari itu ia tidak memeras susu lagi.
Setelah lewat 1 bulan ia mengundang kerabat dan teman-temannya untuk menikmati
susu segar bersama-sama. Ketika para tamu telah datang, pergilah dia ke kandang
sapi dan mulai memerah susu. Akan tetapi bagaimanapun kerasnya usaha dia
mencoba, tak sedikitpun susu ia dapat. Betapa malunya ia. Secara keilmuan susu
sapi memang harus diperah setiap hari, jika tidak sapi secara alami akan
menghentikan produksi susunya.
Menulis cerita di atas
menjadi teringat ketika itu matematika, akuntansi adalah momok bagi sebagian
murid. Guru saya yang mengajar pelajaran tersebut selalu menekankan pemahaman
akan proses dan logika berpikir, bukan hasil. Karena itu setiap kali ulangan
beliau selalu memberikan soal dalam bentuk uraian/essay tidak dalam bentuk
pilihan objektif, sehingga akan dapat terbaca alur berpikir masing-masing siswa,
jawaban akhir salah bisa saja mendapatkan nilai yang
bagus.
Kebanyakan orang dalam
kehidupan sehari-hari hanya memikirkan hasilnya bukan bagaimana cara untuk
mencapai hasil tersebut. Melihat orang bisa kaya, memperoleh gelar akademis yang
tinggi, punya kedudukan dalam masyarakat hanya merasa iri hati. Mereka bisa
kaya, berpengetahuan luas, terpandang dalam masyarakat karena dulunya telah
melewati masa-masa perjuangan dan kini sedang memetik jerih payahnya. Orang bisa
kaya karena hidup hemat. Orang bisa memiliki wawasan luas karena rajin belajar
dan membaca. Orang bisa dihormati dalam masyarakat karena telah berkorban dan
berdedikasi bagi orang banyak.
Ada juga orang yang meninginkan hasil dalam
waktu sekejab secara instant, maka jadilah hasil yang instant. Coba bandingkan
rasa buah antara yang masak di pohon dengan yang masak karena karbit, mana yang
lebih enak? Kalau kita telah menjalani proses itu setapak demi setapak niscaya
keberhasilan di depan mata. Tanpa mengalami proses bisa berhasil itu hanya
kebetulan saja, seperti ketika kita memilih jawaban yang pas atas pertanyaan
objektif yang tidak kita mengerti.
0 comments:
Post a Comment