Alkisah di negeri China
hiduplah seorang petani. Petani ini mempunyai sikap yang tidak sabaran dan
selalu tergesa-gesa. Suatu pagi saat pergi bekerja, ia melihat bahwa padi di
sawahnya tidak setinggi padi milik sawah tetangganya. Petani ini mengabaikan
fakta bahwa si pemilik sawah sebelah telah menanam padinya terlebih dahulu
dibanding dirinya. Ia menggerutu kepada dirinya mengapa padi di sawahnya tumbuh
begitu lambat?!
Tiba-tiba, ia menemukan sebuah ide
yang cemerlang! Ia berpikir bahwa kalau mau membuat padinya lebih cepat tumbuh,
maka ia bisa membantu proses tersebut dengan cara menarik sedikit padinya ke
atas. Kemudian selama satu hari penuh, petani tersebut menarik ke atas sedikit
padi yang telah ditanamnya satu per satu. Saat sore datang, semua padinya telah
menjadi sama tinggi dengan padi di sawah sebelah. Petani ini merasa dirinya
sangat pintar dan jenius. Dengan bangganya pulang ke
rumah.
Sesampainya di rumah, ia berkata
kepada istrinya kalau hari ini dirinya sangat lelah, karena telah melakukan
suatu hal yang luar biasa pintar. Ia berkata bahwa karena kepintaran dirinya,
maka padi di sawahnya tumbuh lebih cepat dan sama tinggi dengan padi milik
tetangga.
Keesokan paginya, sang petani dan
istri terburu-buru pergi ke sawah. Sang petani berniat memamerkan
“kepintaran”nya kepada sang istri. Tetapi begitu sampai di sawah, pemandangan
yang dilihat adalah seluruh padi di sawahnya telah layu kekurangan
air.
Akibat ketidaksabarannya, ia
bukannya membantu padinya tumbuh, malah membunuh mereka
semua.
Teman-teman, kalau kita membaca
cerita di atas, kemungkinan kita berpikir bahwa petani itu bodoh sekali.
Bagaimana mungkin dengan menarik padi sedikit ke atas akan membantu padi itu
tumbuh cepat?!
Petani tersebut memang bodoh!
Dirinya sudah melakukan hal yang tidak mungkin, tetapi malah merasa dirinya
pintar. Ironisnya sebagian dari kita melakukan kebodohan yang sama dengan petani
tersebut. Dan sama seperti petani tersebut, terkadang kita sama bodohnya karena
tidak menyadari bahwa kita telah melakukan kesalahan itu. Kita terkadang baru
menyadari kesalahan itu, ketika menerima hasil yang negatif. Bahkan ada beberapa
manusia yang tetap tidak sadar bahwa hal negatif yang diterimanya itu terjadi
karena ulahnya sendiri.
Teman-teman, setiap manusia harus
melewati masa bayi, anak-anak, remaja, dan dewasa. Kita tidak dapat serta merta
meloncat dari tahap anak-anak langsung ke dewasa. Demikian juga
dengan semua hal di dunia ini, baik itu
masalah, pendidikan, pekerjaan, kedudukan, atau apapun juga, memiliki sebuah
proses atau aturan yang harus kita lalui. Kita tidak
dapat melompatkan proses yang ada, langsung ke tahap akhir proses tersebut.
Proses tersebut tidak dapat dihilangkan begitu saja. Kita harus dapat
menghargai, menjalani dan menikmati proses tersebut. Karena ketika kita tidak
sabar dan berusaha mempercepat secara paksa proses tersebut, maka hal yang
terjadi terkadang berakibat negatif bukannya
positif.
Beberapa contoh nyata dalam hidup kita sehari-hari
adalah anak kecil jaman sekarang. Anak kecil saat ini yang semenjak kecil
(mungkin TK atau SD) sudah dipaksa belajar keras di sekolah, kemudian ketika
pulang pun mereka diharuskan oleh orangtua untuk les bahasa asing, les musik,
les pelajaran, dll. Tujuan orangtua memang baik untuk memberikan anak
pengetahuan lebih, sehingga bisa berprestasi lebih. Namun seorang anak pada
masanya, seharusnya masih menikmati waktu bermain yang banyak. Itulah hal wajar
yang buat anak kecil. Mereka senang bermain, mereka perlu
bermain, dan mereka harus bermain. Karena melalui
bermain, mereka berkembang dan belajar hal-hal yang penting lain baik secara
sosial dan perkembangan otaknya. Belajar penting, tapi pada porsi yang tepat.
Jangan memaksakan anak untuk belajar seperti layaknya anak SMA atau mahasiswa.
Karena apabila terus dipaksakan seperti itu, hasil kemudian hari dapat negatif.
Mungkin anak tersebut “kapok” untuk belajar, sehingga malah menjadi
malas-malasan belajar. Atau anak malah bisa memberontak terhadap orangtua dengan
segala macam tindakannya.
Selama
saya di China, saya juga
mendengar ada salah satu anak Indonesia yang bekerja sama pada saat
ujian HSK (seperti TOEFL tapi ini untuk standar bahasa mandarin). Hasilnya anak
tersebut mendapatkan nilai tinggi dalam HSK. Namun apa gunanya hasil tinggi ini?
Antara nilai hasil HSK dan standar mandarin aslinya terdapat gap yang sangat
besar! Apabila dirinya melamar kerja, nilai HSK ini mungkin akan memberikan
dirinya peluang yang besar untuk diterima kerja. Tapi ketika benar-benar
dihadapkan pada situasi di mana dirinya harus menggunakan kemampuan bahasa
mandarinnya, saat itulah dirinya akan mengalami kesulitan besar! Gap antara
kemampuan asli dan nilai HSK tersebut terjadi karena ia meloncati proses yang
orang lain telah lalui untuk bisa memperoleh nilai HSK yang sama. Proses belajar
mandarin secara sungguh-sungguh dalam kurun waktu yang cukup
lama.
Selain kedua contoh di atas, masih
banyak hal lain yang serupa dengan cerita si petani. Selama kita tidak sabar
dalam menjalani sebuah proses, dan berusaha melakukan semua cara untuk
mempercepat proses tersebut, maka hal tersebut dapat juga dikatakan kita sama
bodohnya dengan si petani dalam cerita di atas.
Teman-teman, terkadang diri kita
merasa kita berhak mendapat pengakuan, imbalan, gaji, posisi, atau hak apapun
yang lebih istimewa dari yang seharusnya kita terima saat ini. Tapi semua itu
harus kita raih dengan berjalan mengikuti proses yang ada. Terkadang proses tersebut seakan
berjalan sangat lambat, terkadang kita merasa proses tersebut sangat memberatkan
kita, tetapi justru melalui proses tersebutlah kita belajar berubah menjadi
seorang yang lebih baik dan lebih
komplit.
Oleh karena itu bersabarlah sedikit.
Nikmatilah proses yang anda jalani, walau terkadang proses tersebut berat.
Karena ketika teman-teman bisa menikmati proses pembelajaran tersebut, maka
tanpa sadar teman-teman akan segera menikmati hasil yang melimpah
ruah.
Semoga teman-teman
memiliki hati yang luar biasa teguh untuk melalui proses yang ada. Dan semoga
teman-teman memperoleh hasil yang luar biasa besar atas keteguhan hati
tersebut.
0 comments:
Post a Comment