Diri kita diciptakan Tuhan
dengan potensi kebaikan (nurani) dan keburukan (ego). Tugas kita yang kemudian
dipandu oleh para nabi, orang-orang besar, dan para pemimpin yang baik adalah
mengoptimalkan potensi kebaikan itu dan meminimalkan potensi keburukan. Memang
mengikis kenegatifan bukan perkara mudah. Sulit malah. Ia menyangkut mengenali
dan mengendalikan ego yang luar biasa cerdasnya.
Sulit, tapi harus
dilakukan. Kenapa? Karena bila tidak, kesulitannya akan makin besar. Dan itu
jelas membuat kita makin kecil saja di hadapan kenegatifan itu. Maka akan
datang saatnya ketika potensi kebaikan kita sekarat. Maka di saat ini,
kenekatan pun terjadi. Kita nekat untuk benar-benar berniat jadi negatif. Bila
ini terjadi, perbedaan kita dengan iblis pun setipis hembusan
nafas.
Sebelum itu terjadi, mengikis kenegatifan menjadi penting untuk
dilakuan terus menerus. Maka lakukan langkah-langkah yang tepat dengan takaran
yang cukup. Maka kenegatifan yang membelenggu kita seperti : malas, menunda,
berbohong, merokok, berjudi, minuman keras, mencandu pornografi, narkotika,
kemarahan, kesedihan berlebihan, kesombongan, korupsi, dan sebagainya akan
terkikis.
Saya memilih lima langkah dalam hal ini:
1. Niat Teguh
Segala sesuatu dimulai
dari niat bukan? Dan segala tindakan letak nilainya ada pada niatnya. Maka
niatkanlah untuk terus mengikis kenegatifan diri. Saya buat rumus niat teguh
sebagai berikut : Niat Teguh = Keinginan * Kesiapan untuk Belajar * Kesiapan
hadapi masalah apapun.
Rumus niat teguh ini terdiri dari tiga hal
tersebut. Dan dihubungkan dengan tanda perkalian, bukan penambahan. Maksudnya
ketiga hal itu harus ada. Bila salah satu tak ada (nilainya nol), karena
rumusnya dikali, maka nilai niatnya otomatis nol juga.
2. Keputusan Detail dan Jelas
Niat
harus ditingkatkan jadi keputusan detail dan jelas. Tanpa ini, niat akan
mengambang. Keputusan detail ini diantaranya:
· Kenegatifan apa yang
akan dikikis?
· Akan lakukan perubahan drastis (sekaligus berubah) atau
gradual (bertahap)?
· Daftar tindakan detail dan jelas.
·
Orang-orang negatif mana yang akan kita tinggalkan?
· Situasi negatif
mana yang menunjang terjadinya kenegatifan diri kita?
· Peralatan
penunjang kenegatifan mana yang akan kita buang?
· Kapan semua hal itu
akan dilakukan?
3. Melepas Kenikmatan
Sekunder
Kenapa kita melakukan hal-hal negatif sampai hal-hal
itu jadi kebiasaan? Karena kita merasakan adanya kenikmatan. Itulah kenikmatan
sekunder. Secara primer kita tahu itu salah dan negatif. Tapi tindakan itu
juga berikan kenikmatan. Nah, karena kenikmatan ini lah maka kita
melakukannya. Maka sadari bahwa kenikmatan itu sekunder saja sifatnya.
Artinya, ada kenikmatan primernya. Merokok itu nikmat. Bila niat telah teguh
untuk berhenti merokok, maka mulailah tidak menginginkan kenikmatan
sekundernya. Inginkan kenikmatan primer berhenti merokok. Rasakan kenikmatan
ketika anda berhasil tak tergoda untuk merokok. Wuah, itu nikmat sekali lho…
Kenikmatan yang berasal dari rasa kuasa atas diri anda sendiri.
4. Melakukan hal-hal positif
Tidak
melakukan hal-hal negatif tidak cukup. Biasanya tidak tahan lama. Maka anda
perlu lakukan hal-hal positif. Untuk menggantikan kekosongan yang ditinggalkan
oleh hal-hal negatif. Beberapa waktu lalu, saya terlalu banyak nonton TV.
Untuk mengikisnya, saya lakukan langkah-langkahnya. Saya berniat teguh. Saya
buat keputusan detail dan jelas. Saya benci kenikmatan sekundernya. Dan saya
gantikan waktu nonton TV untuk lakukan hal-hal positif. Main sepeda. Membaca.
Tulis buku. Main sama anak-anak. Dan sebagainya.
Ini berkaitan dengan
syaraf di otak kita. Sebuah pemutusan hubungan antara sel-sel syaraf akan
permanen bila dibentuk hubungan baru. Perselingkuhan akan benar-benar berakhir,
bila selingkuh itu diakhiri dan dibangun hubungan sehat dan penuh cinta dengan
pasangan (suami/istri) sah kita. Bila hanya memutus perselingkuhan tanpa
membangun hubungan sehat dan penuh cinta, maka akan terbentuk lagi hubungan
selingkuh lagi. Apakah dengan selingkuhan yang lama atau dengan yang
baru.
5. Lakukan hal-hal
Produktif
Langkah ini penting agar perubahan dan kebaikan kita
konsisten. Produktif beda dengan positif. Produktif pasti positif. Tapi
positif belum tentu produktif. Tiap pagi saya antar anak-anak ke sekolah. Itu
positif. Tapi tak produktif. Buat catatan di facebook positif. Produktifkah?
Pasti. Maka prinsip ke lima ini penting. Kemajuan berasal dari
kegiatan produktif. Tapi kegiatan produktif tak bisa kita lakukan bila kegiatan
positifnya keteteran.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment